Minggu, 06 April 2014

Zakat di Kehidupan Sosial

Zakat adalah kewajiban berdasarkan syariat.Islam mewajibkannya atas setiap muslim yang sampai padanya nisab (batas minimal dari harta mulai wajib dikeluarkan).

Zakat adalah salah satu rukun islam, bahkan merupakan rukun kemasyarakatan yang paling tampak diantara semua rukun-rukun Islam sebab didalam zakat terdapat hak orang banyak yang terpikul pada pundak individu.
  

Dinamakan zakat,karena menyucikan jiwa dan masyarakat. Firman Allah SWT
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan mensucikan mereka”. (Q.S At-Taubah:103).

 Zakat membersihkan atau mensucikan jiwa dari sifat kikir dan bakhil. Ketika mengeluarkan zakat dengan merelakan hartanya, tatkala itulah seorang yang memenangkan nafsunya, menang atas kikir dan bakhilnya sehingga membersihkan dan menyucikan jiwanya[1].

Sesuai dengan ajaran islam, presentase zakat di tetapkan 2,5% dari total penghasilan. Agar bisa terhimpun maksimal dan tak lagi menumbuhkan debat berkepanjangan, presentase 2,5% di hitung dari total penghasilan.

Khusus di Indonesia, cukuplah zakat 2,5%? Mengingat kemiskinan terus terproduksi, sesungguhnya yang dibutuhkan Indonesia lebih dari 2,5%. Seperti yang di terapkan oleh Iran sebesar 20%. Sesungguhnya zakat di Indonesia bisa ditunai antara 2,5% hingga 20%. Tetapi soalnya, ternyata masih ada sebagian yang tidak meyakini bahwa zakat itu wajib. Bagi mereka zakat harus didasarkan kepada keikhlasan. Tidak ikhlas sia-sialah ibadahnya. Inilah cara pandang di Indonesia. Fakir miskinnya banyak. Sementara sebagian muzaki tak yakin bahwa zakat itu wajib.[2]

Zakat bukan lagi wajib, namun telah ditetapkan sebagai salah satu Rukun Islam. Rukun sebagai tiang agama, kedudukannya menjadi sangat istimewa. Rasulullah saw bersabda:`Siapa tak kerjakan sholat, runtuhlah agamanya`. Sementara zakat punya dimensi sosial menyangkut kehidupan orang lain. Maka siapa tak tunaikan zakat, padanannya bukan hanya berdampak runtuhlah islam yang bersangkutan, melainkan juga meruntuhkan sendi kehidupan masyarakat.

Karena menyangkut sendi kehidupan ini, zakat tak bisa dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Maka zakat tak boleh di biarkan mengambang. Tak bisa zakat tergantung pada kebaikan dan hati moral muzaki.[3]

Oleh karena itu, diantara manfaat berzakat adalah mewujudkan perubahan bagi kemandirian masyarakat. Maka,kemandirian, keteguhan dan ketentraman adalah hasil dari implementasi dari zakat itu sendiri.
Nama:Rahmat    NIM:1122100071       Kelas/prodi:B/E.I     Dosen:Rasiam, MA.
Mata kuliah:Matrikulasi (Pengantar Ekonomi Islam)


Sumber
1.Sistem,prinsip dan tujuan  ekonomi islam,Dr Muhammad Al-Assal dan Dr.Fathi Ahmad Abdul  Karim, CV  Pustaka                       setia  februari 1999
2.POLITIK ZISWAF,Erie Sudewo,CID-Dompet Dhuafa januari 2008
3.Majalah Mulia edisi Ramadhan 1433 H/ Agustus 2012


[1] Sistem,prinsip dan tujuan  ekonomi islam,Dr Muhammad Al-Assal dan Dr.Fathi Ahmad Abdul Karim, CV  Pustaka setia  februari 1999 halaman 109-110.


[2] POLITIK ZISWAF,Erie Sudewo,CID-Dompet Dhuafa januari 2008 halaman185
[3]Zakat adalah rukun ketiga islam .Secara harfiah zakat berarti “tumbuh”,”berkembang”,”menyucikan”,atau “membersihkan”.Sedangkan secara terminologi syar`iah,zakat merujuk pada aktifitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana di tentukan.
(Majalah Mulia edisi Ramadhan 1433 H/ Agustus 2012 halaman 21).
Share: 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda