Kamis, 12 November 2015

Aku, Kau dan Seceper Kerupuk Basah (Bagian 2)

Semilir sejuk angin  yang berhembus dari rangkaian sungai Kapuas. Langit-langit di jalan Veteran Pontianak memang tak mendukung. Ya, hujan itu seakan mengerti, akan kelelahan kami (Kau, aku dan mereka) yang berdiam di kantor sedari pagi. Selama ini, kami memang dirundung kebosanan yang tiada tara. Datang dan pulang ke kantor seperti biasa. Ahh, sungguh sangat membosankan.

Hembusan angin musim hujan, mengalir menerpa di tepian gang-gang. Angin itu lalu, menyebar menciptakan kesejukan di sepanjang jalan Veteran. Hujan turun semakin deras. Suasana semakin terasa magis. Selain keindahan alam, kota khatulistiwa ini memiliki sejarah yang sangat menakjubkan. Apalagi kalau kisah tentang larinya hantu kuntilanak yang diusir dengan meriam oleh Sultan Pontianak dan para kawan-kawannya.


Maka seakan-akan aku tak percaya. Kini aku berada di kota Khatulistiwa, sama dengan tidak percayanya ketika dulu untuk pertama kalinya menginjakan kaki di kota ini.

Pepohonan di belakang rumahmu tampak mengigil. Pohon-pohon itu seperti sekarat dalam kedinginan di musim penghujan. Angin menggoyangkan ranting dan dahannya. Dedaunan pohon itupun berguguran kemana-mana. Ah, itulah yang ku lihat di suasana waktu itu. dingin menerpa. Pulang kehujanan dan terpaksa harus berteduh terlebih dahulu.

Ku kumpulkan segala rasa pada tulisan. Tak memberikan celah sedikitpun untuk membuang rasa yang tak pernah ku mengerti. Walau dirimu hanya bayang semu, dalam setiap mimpiku. Hujan yang selalu setia menemaniku dan dalam khayal tentangmu. Walau diriku membenci hujan dan dirimu yang menyukai hujan. Namun kita sama-sama menyukai pelangi setelah hujan. Ciee.

Sore itu hujan sangat deras. Aku terpaksa pulang dengan badan basah kuyup. Dingin menyelimuti seluruh badan. Sudah menjadi kebiasaan setiap waktu hujan kala sore tiba, aku sengaja pulang dalam hujan. Sengaja berbasah-basah menikmati rintik hujan. Ini memang sudah menjadi kegemaranku mandi dalam hujan. Walau tidak seperti masa kecil dulu, tapi apa salahnya melawan hujan yang deras tersebut.

Hujan selalu membawa cerita sendu di setiap tetesnya. Di sana, awan hitam menggelantung dengan muram siap menumpahkan isinya. Hujan memiliki peran mengenai arti kesendirian, pengkhianatan, terabaikan, dan setiap tetes air mata.

Bersambung.................
Share: 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda