Sabtu, 26 Desember 2015

Belajar Bahasa Sambas (KKL 7)

Memang benar adanya, keinginan saya untuk menguasai bahasa ini. Apalagi saya lihat teman-teman yang dari daerah Sambas, selalu menggunakan percakapan bahasa tersebut. Terlebih jika mereka bertemu dengan orang yang sesama dengan  daerah Sambas, selalu mereka bercakap dengan bahasa ini.

Menariknya bagi saya karena, saya mengenal bahasa ini ketika saya bermukim di kota Pontianak. Ya, maklum saja di desa saya Sepok Laut, Kecamatan Sungai Kakap, kabupaten Kubu Raya. Jauh sekali dari mukim orang Sambas, tidak ada orang yang berbicara bahasa Sambas, disana memang tidak ada orang Sambas. jadi memang sangat jarang sekali dijumpai.

Barulah ketika saya lulus SMP dan melanjutkan pendidikan di Aliyah di Pontianak, saya bisa menjumpai orang-orang yang berbicara Sambas. sebelumnya saya benar-benar belum pernah menjumpai bahasa seperti ini. Hanya sekedar mendengar cerita dari orang-orang tua, terlebih ayah saya yang pernah kesana. Ayah saya pernah ke Tanah Hitam, suatu daerah yang ada di Paloh, Kabupaten Sambas.

Saya di waktu duduk di Aliyah ini, di kelas, bahkan sekolah memang tidak ada orang Sambas nya. Tapi diluar sekolah, khususnya di daerah Pontianak dan sekitarnya, saya jelajahi, dan entah apa sebabnya saya bisa kenalan dengan orang Sambas. 

Berlanjut hingga memasuki jenjang perguruan tinggi, pergaulan saya semakin luas, dan tentu banyak teman-teman yang saya kenali dari berbagai daerah di Kalbar. Terlebih dari daerah Sambas. ya, saya pernah juga diajak teman yang dari Sambas pergi ke Asrama Mahasiswa Kabupaten Sambas yang ada di Pontianak, pasti mereka pun juga berbicara bahasa Sambas.

Di kampus pun tak ketinggalan demikian, mereka yang berasal dari Sambas, juga selalu berbicara bahasa Sambas, manakala dia berjumpa dengan satu daerah yang sama.

Itulah sekilas dari bahasa Sambas yang saya ketahui dari melihat mereka yang hanya sekitaran Pontianak saja, mereka tetap melestarikan bahasanya.

Tetapi ada yang lebih menarik lagi dari pembahasan saya kali ini, yaitu ketika saat pertama saya mengunjung Sambas. tepatnya di tahun 2013 yang lalu. Waktu itu, saya dan kawan-kawan menghadiri pesta pernikahan teman dari Jawai, Sambas.

Menarik sekali tradisinya, dan saya rasa tidak akan saya temui tradisi ini di tempat lainnya di Kalbar dan Indonesia pada umumnya. Makan dengan duduk bersama-sama, juga dengan tradisi kebersamaannya itu loh, membuat saya semakin penasaran dengan budaya Sambas ini. Ya, ketika tetangga ada yang berencana mengadakan pernikahana, maka seluruh tetangga sekitar ikut serta merta dalam mewujudkan resepsi tersebut. Terlebih saya lihat, begitu banyak orang-orang yang sengaja membawa gula, beras, ayam dan yang lain sebagainya.  Dan ini bisa kita kenal dengan istilah Saro’an. Lihat di disini

Barang yang dibawa ini, kemudian diserahkan kepada keluarga yang akan mengadakan resepsi pernikahan tersebut. Maka dengan itu, tidaklah terlalu berat dalam urusan makan. Terlebih lagi, tuan rumah tidak terlalu repot dalam urusan-urusan tetek bengek lainnya. Semua diurusin dengan tetangga yang sudah dibentuk pada rapat di malam harinya.

Kembali ke bahasa Sambas, oh iya, tepatnya di bulan Agustus 2015 yang lalu, saya ternyata berkesempatan mendatangi daerah Sambas. kali ini lumayan jauh, Kecamatan Paloh. Ya, kami mahasiswa IAIN Pontianak ditempatkan saat Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. kurang lebih 40 hari berada disana. Saya dan kawan-kawan banyak belajar beberapa hal, terlebih tentang bahasa dan budaya Sambas.



Share: 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda