Selasa, 01 November 2016

Diary of Marbot

Awal cerita
Sengaja saya kasih judul seperti itu. Diary of Marbot. Apakah kalian tahu apa itu Marbot? Ya, mungkin tak perlu saya jelaskan, sebab saya rasa kalian sudah pasti tahu apa itu defenisi Marbot. Sory, kalo tulisan bahasa Inggris saya masaih belum benar.

Ba`da sholat Maghrib ini saya dikejutkan dengan berita dari seorang ketua Yayasan Hidayatullah, kebetulan juga beliau mengetuai juga masjid Hidayatullah tempat saya tinggal ini. Sebelum masuk lebih mendalam cerita saya ini, baiknya saya ceritakan dulu perihal tempat tinggal saya ini.

Saya seorang perantau dari desa ke kota yang hanya ingin melanjutkan pendidikan. Saat masih di kampung, saya hanya lulusan Mts dan untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas, mau tidak mau saya harus pergi meninggalkan keluarga jauh dari kampung. Emak, Bapak, Kakak dan adik-adik yang masih kecil saya tinggalkan demi sekolah ini.

Akhirnya setelah lulus Mts, saya ditawarin oleh guru sekolah saya untuk melanjutkan sekolah. Beliau tidak menyebutkan secara detail dimana tempatnya, tapi, ya, saya hanya mengiyakan saja dan mau ikut tawarannya. Singkatnya, saya dibawa ke daerah Ampera, Kota Baru, Pontianak.

Disinilah (Masjid) tempat saya tinggal. Ya, walau hanya seorang Marbot (tukang bersih masjid), saya tekuni itu hingga saya lulus sekolah hingga kuliah. Jadi, kalo ditotalkan rentang perjalanan waktu saya tinggal di Masjid, bisa dihitung selama kurang kebih tujuh tahun lamanya.

Saya Sedih
Saya sangat sedih sebab telah meninggalkan keluarga di rumah. Jarang sekali saya pulang. Palingan hanya sebulan sekali. Itupun kalo perlu saja. Ya Allah ampunilah hambaMu ini. Dan hal yang membuat saya sedih adalah saya tidak ada yang membantu biaya pendidikan disini. Orangtua hanya sedikit bisa bantu. Selebihnya saya usahakan sendiri. Makanya kuliah saya ini, lama banget selesaunya. Dimana gak lama? Kalo kerja sambil kuliah. Kerja sambil kuliah itu bagi saya melelahkan.

Saya Lelah
Tujuh tahun sebagai Marbot, selama perjalanan sempat mau berhenti. Tapi ada sesuatu yang begitu menguatkan. Sungguh. Alasannya, karena saya tidak bisa jauh dari Masjid. Kemudian, saya kasihan  dengan pengurus disini, gak ada yang mau bersih-bersih Masjid. Jadi dengan senang hati saya rela menghabiskan waktu muda, kesenangan dan berkumpul bersama teman, hanya demi Masjid ini.

Tinggal di Tempat Keluarga
Jangan kalian kira saya tidak ada alternatif tempat tinggal. Banyak keluarga yang mau tawarin saya untuk tinggal bersamanya. Bukan hanya keluarga, orang lain pun ada yang pernah ngajak tinggal bersamanya.

Di Ejek
Saya mendengar dengan kepala saya sendiri. Seorang teman berkata:
“Ah, buat ape kau tinggal di Masjid itu, lebih baik cari tempat tinggal lain beh.”
Seketika napas saya nyit nyut. Saya hanya diam. Tak ada balasan kata dari saya. Saya termenung mendengar kalimat itu sembari melihat awan di langit yang semakin sore semakin gelap. Wah, saya rasa ini pertanda mau hujan. Abaikan saja omongan yang tak berguna.

Dari cerita awal paragraf ini. Tulisan ini sengaja saya buat bersambung. Bukan habis kata, tapi malam ini saya harus tidur di kamar ini. Sebab, malam ini malam terakhir saya tidur di kamar yang berukuran entah berapa ini. Selama saya tinggal disini, tak pernah saya mengukur berapa ukurannya. Dan mungkin saja saya juga tidak perlu tahu soal ini. Kalian juga.

Malam Terakhir
Malam ini tanggal 1 November 2016 tepat pukul 00:55 WIB. Malam ini saya habiskan untuk menulis unek-unek saya tentang peristiwa yang saya alami ini. Saya bukan orang pendendam. Saya hanya mau kasih tahu, bahwa saya tidak terima dipindahkan dari sini. Sebenarnya, saya tidak rela pindah. Tapi, ya, dengan diminta pindahnya saya di kamar ini. Dengan begitu secara perlahan saya pun akan hengkang. Tak tahu kapan. Mungkin nunggu mapan. Ah itu kelamaan.

Keluarga, Kerja dan Kuliah
Banyak sekali yang saya pikirkan. Saya harus memkirkan masa depan sekolah adik-adik saya. Tak bisa saya terus-terusan kayak gini. Saya harus menjadi penopang ekonomi keluarga. Saya malu bila orang mengaggap keluarga kami tidak mampu.

Untuk menopang biaya kuliah, saya harus kerja dan kerja. Hanya dengan kerjalah bisa menghasilkan uang. Dengan uang saya bisa membayar biaya kuliah, walaupun sampai saat ini saya sudah semester sembilan. Teman-teman banyak yang pake seragam. Saya kapan nyusul?  Insya Allah secepatnya.

Pasangan Hidup
Untuk saat ini saya masih single. Bagi yang pengen daftar mau jadi calon istri saya silahkan hubungi saya secepatnya. Saya takut, keburu melamar gadis-gadis yang saya kenal. Film Uang Panai mengajarkan saya dalam dialognya. Selama janur kunin belum melengkung, kita masih bisa menikung.



Share: 

1 komentar:

  1. semangat bang salam sukses amiin Allah tidak akan salah menialai

    BalasHapus

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda